Saudaraku...

Hadits 3. Rukun Islam

Minggu, 03 Oktober 2010

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ

رواه الترمذي ومسلم

Diriwayatkan dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khathab ra, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Islam dibangun di atas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji ke Baitullah dan berpuasa pada bulan Ramadhan”. (Riwayat Turmuzi dan Muslim)

Penjelasan

Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam kitab al-Iman, bab al-Iman wa Qaulun-Nabi saw. “Buniyal Islaamu ‘ala Khamsin”, nomor 8. Adapaun dalam Shahih Muslim terdapat kitab al-Iman, bab Bayaanu Arkaanil-Islaam wa Da’aa’imuhu al-’Izhaam, nomor 16.

Urgensi Hadits

Hadits tentang arkanul-Islam ini adalah hadits yang sangat mulia sekali, karena merupakan salah satu dasar Islam, menghimpun berbagai hukum, berisi penjelasan tentang agama, dan memuat rukun-rukun Islam yang juga ditetapkan dan dikuatkan oleh Al-Qur’an.

Makna Kata dalam Hadits

بُنِيَ adalah fi’il madhi majhul (kata kerja pasif yang menunjukkan waktu lampau) dari bentukan kata بَنَيَيَبْنِيَبَنَاءَ . Artinya adalah ‘dibangun’.

عَلَى خَمْسٍ dan dalam riwayat lain عَلَى خَمْسَةٍ bermakna lima faktor atau rukun. Sementara harf/kata عَلَى dalam hadits itu identik dengan harf مِنْ yang berarti ‘dari’

شَهَادَةُ maksudnya adalah penetapan dan pembenaran.

أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ dan أَنْ dalam hadits itu dibaca ringan yang asalnya adalah berat, isim-nya adalah dhamir sya’n (kata ganti sesuatu) yang dibuang, dan asal kata itu adalah أَنَّهُ.

إِقَامُ الصَّلاَةِ (menegakkan shalat). Maksudnya adalah melanggengkan shalat dan menunaikannya dengan menjaga semua syarat dan rukunnya, serta memperhatikan adab dan sunnah-sunnahnya.

Fiqhul Hadits (Pemahaman Atau Pelajaran yang Bisa Dipetik dari Hadits)

1. Bangunan Islam

Dalam hadits ini, Rasulullah saw mengilustrasikan Islam dengan sebuah bangunan yang rapi dan tegak di atas pondasi-pondasi yang kokoh. Pondasi-pondasi tersebut adalah:

a. Dua kalimat Syahadat, yaitu kesaksian bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Rukun ini ibarat pondasi bagi rukun-rukun yang lain. Hal ini sebagaimana ditegaskan Nabi Muhammad saw melalui sabdanya:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ

“Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah” (HR. Bukhari dan Muslim)

Juga dalam sabdanya yang lain:

“Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa yang menyatakan tidak ada ilah selain Allah dengan penuh keikhlasan, maka ia akan masuk surga’” (HR. al-Bazzar).

b. Menegakkan shalat. Maksudnya adalah menjaga dan menunaikan shalat pada waktunya dengan senantiasa menjaga dan memenuhi semua syarat dan rukunnya, termasuk memperhatikan segala adab dan sunnah-sunnahnya, sehingga memberikan buah yang manis bagi seorang Muslim, yaitu meninggalkan segala perbuatan keji dan mungkar. Allah berfirman:

“Dan tegakkanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar” (QS. al-’Ankabut: 45)

Shalat juga merupakan syi’ar dan perlambang bagi orang Mukmin. Rasulullah saw bersabda:

إِنَّ بَيِنَ الرَّجُلِ وَ بَيْنَ الشِّرْكِ وَ الْكُفْرِ تَركُ الصَّلاَةَ

“Pembatas antara seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah shalat” (HR. Muslim dan lainnya).

Sabda lainnya:

“Shalat adalah tiang agama” (HR. Abu Nu’aim).

c. Menunaikan zakat, yaitu memberikan bagian tertentu dari harta yang dimiliki – ketika telah mencapai nishab dan telah terpenuhi berbagai syarat wajib dikeluarkannya – kepada faqir miskin dan orang-orang yang berhak menerimanya. Allah swt berfirman:

“Dan orang-orang yang menunaikan zakat” (QS. al-Mukminun: 4)

Dalam ayat-Nya yang lain, Allah juga berfirman:

“dan orang-orang yang dalam hartanya terdapat hak yang jelas, bagi orang-orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (tapi tidak mau meminta)” (QS. al-Ma’arij: 24-25)

Zakat merupakan ibadah yang berhubungan dengan harta benda. Selain dapat mewujudkan keadilan dalam masyarakat, zakat juga bisa memenuhi kebutuhan orang-orang fakir hingga akan tercipta nuansa kasih sayang dan saling menghargai sesama Muslim.

d. Haji, yaitu pergi ke Baitullah di Mekkah al-Mujarramah pada bulan-bulan haji, yaitu bulan Dzulhijjah. Haji dilakukan dengan menjalankan manasik (amalan-amalan dalam ibadah haji) yang telah diajarkan Rasulullah saw.

Haji merupakan ibadah yang berhubungan dengan harta dan jiwa, yang membawa berbagai dampak positif bagi individu dan masyarakat, bahkan merupakan muktamar internasional. Pada saat itu umat Islam dari seluruh penjuru dunia berkesempatan untuk bertemu dan saling mengenal. Allah berfirman:

Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. al-Hajj: 27-28)

Karenanya pahala haji sangat besar, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah.

Dan dari Jabir bin ‘Abdillah dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam , beliau bersabda:

الْحَجَّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةَ

“Haji mabrur tidak ada balasannya kecuali Surga.”
Kalimat awal dari HR. Ahmad, ath-Thabrani, Ibnu Khuzaimah, al-Baihaqi dan al-Hakim. Al-Albani berkata: “Shahih lighairihi, lihat Shahih at-Targhiib” No. 1104

Ibadah haji ini diwajibkan pada tahun keenam Hijriyah, yaitu ketika turun firman Allah berikut:

“…mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah…” (QS. Ali Imran: 97)

e. Puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan diwajibkan pada tahun ketiga Hijriyah, melalui firman Allah:

“…bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu…” (QS. al-Baqarah: 185)

Puasa merupakan ibadah yang dapat mensucikan jiwa dan mampu mengangkat ruh, bahkan dapat menyehatkan badan. Barangsiapa yang berpuasa karena semata-mata hendak menjalankan perintah Allah dan mencari keridhaan-Nya, maka puasa tersebut akan menghapuskan dosa-dosanya dan menjadi sarana untuk mendapatkan surga. Rasulullah saw bersabda:

من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka akan dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Rukun Islam merupakan kesatuan yang saling terkait

Barangsiapa yang melaksanakan rukun-rukun tersebut secara utuh maka ia adalah seorang Muslim yang memiliki keimanan yang utuh; Barangsiapa yang mengingkari salah satu darinya maka ia bukanlah orang Muslim; Barangsiapa yang meyakini keseluruhan namun mengabaikan salah satunya (tidak melaksanakan) karena malas, maka ia adalah orang fasik; dan barangsiapa yang melaksanakan keseluruhannya dan juga mengakui secara lisan namun hanya sekedar basa basi (sedang dalam hatinya mengingkari) maka ia adalah orang munafik.

3. Tujuan Ibadah

Ibadah dalam Islam bukanlah sekedar bentuk, namun lebih dari itu, ibadah mempunyai tujuan yang luhur di balik bentuk pelaksanaannya. Shalat misalnya, tidak akan berguna jika orang yang melakukannya tidak meninggalkan perbuatan keji dan mungkar. Atau puasa, tidak akan bermanfaat ketika orang yang melakukannya tidak meninggalkan perbuatan dusta. Demikian juga ibadah-ibadah lainnya. Meski demikian, ketika tujuan dan buah tersebut belum tercapai, bukan berarti satu ibadah boleh ditinggalkan. Dalam kondisi seperti ini seseorang tetap berkewajiban untuk menunaikannya seikhlas mungkin dan mesti senantiasa berusaha mewujudkan tujuan dari setiap ibadah yang dilakukan.

4. Cabang-cabang Iman

Perkara-perkara yang disebutkan dalam hadits di atas bukan merupakan keseluruhan masalah yang ada dalam Islam. Jika dalam hadits ini hanya dibatasi pada perkara-perkara di atas, maka hal itu karena pentingnya perkara-perkara tersebut. Dan masih banyak perkara lain dalam Islam yang tidak disebutkan, sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya:

“Iman mempunyai cabang hingga tujuh puluh lebih” (Muttafaqun ‘alaih)

5. Melalui hadits ini kita bisa memahami bahwa Islam adalah akidah (keyakinan) dan perbuatan, yang karenanya keyakinan akan sia-sia jika tanpa perbuatan. Demikian pula sebaliknya.

0 komentar:

Posting Komentar

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Entri Populer