Zikir adalah ibadah yang paling mudah dan simpel. Semua ibadah memiliki berbagai syarat sah kecuali zikir. Ia dapat dilakukan baik dalam keadaan bersuci (thaharah) atau berhadas, ketika berdiri, duduk, berbaring bahkan dalam semua keadaan. Imam Nawawi menjelaskan bahwa para ulama sepakat membolehkan bagi yang berhadas, berjunub, wanita yang sedang haid (menstruasi) dan juga nifas (keluarnya darah setelah melahirkan)
Kata zikir (dzikr) berasal dari kata dzakara, yadzkuru, dzikran. Dalam Alquran, kata zikir disebutkan sebanyak 267 kali dalam berbagai bentuk derivasinya. Kata ini belum termasuk 18 kata dzakara yang berarti laki-laki dan 7 kata muddakir yang ditulis dengan menggunakan huruf dal. Namun demikian, Fuad Abdul Baqi dalam Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Quran, tetap memasukkan kata mudddakir ini ke dalam rumpun kata dzikr.
Kata zikir dalam Alquran mengandung beberapa makna antara lain ilmu, mengingat, serta mengingat di hati dan lisan. Makna yang terakhir ini dilakukan dalam rangka membangun kesadaran hati dan jiwa. Adapun perintah untuk berzikir kepada Allah ini, disebutkan dalam Alquran sebanyak 49 kali dalam bentuk udzkur dan udzkuru, tujuh kali dalam bentuk dzakkir, dua kali dalam bentuk liyadzdzakkaru dengan berbagai konteks dan objeknya.
Zikir merupakan dasar untuk setiap maqam yang dibangun di atasnya. Ia membuahkan maqam-maqam dan ahwal yang diupayakan oleh orang yang sedang berjalan (salik) menuju kedekatan kepada Allah. Apabila seorang hamba asyik dan tenggelam dalam kelalaian dan kealpaannya (ghaflah), maka dia tidak mungkin dapat menempuh tingkat-tingkat perjalanan yang mengantarkannya untuk sampai kepada makrifatullah.
Seseorang tidak akan terhindar dari kelalaiannya kecuali dengan zikir. Lalai berarti tidur atau matinya hati. Dan lalai adalah lawan dari zikir.
Secara umum, zikir ialah apa saja amal atau perbuatan baik yang lahir maupun batin, yang membawa seseorang untuk mengingat Allah dan mendekat (taqarrub) kepada-Nya. Secara bahasa, zikir berarti menyebut yakni menyebut atau mengucapkan sesuatu dengan lisan secara berulang-ulang dalam kondisi dan waktu tertentu. Dalam hal ini yang disebut tentu saja adalah asma (nama) Allah dengan segala kesucian dan keagungan-Nya.
Zikir dengan menyebut nama Allah, dapat disesuaikan dengan konteksnya. Jika dalam keadaan berkekurangan (fakir) dan berharap limpahan karunia rezeki-Nya, maka yang disebut adalah Ya Ghaniyyu. Apabila mengharap rahmat, kasih dan sayang-Nya, yang disebut adalah Ya Rahman Ya Rahim. Apabila ingin mendapatkan perlindungan dan pemeliharaan-Nya, maka yang disbut adalah Ya Hafiz. Namun jika sedang sakit dan mengharapkan kesembuhan dari-Nya, maka yang disebut adalah Ya Syafi. Demikian seterusnya.
Sebagian ulama mengatakan bahwa zikir bukan sekedar menyebut asma-Nya secara berulang-ulang dengan hati dan lisan. Zikir juga berarti menyebut salah satu atau beberapa sifat-sifat-Nya, salah satu hukum-Nya, atau lainnya, yang dengannya seseorang dapat mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah. Subhanallah (Maha Suci Allah dari segala ketidaksempurnaan) dan alhamdulillah (segala puji bagi Allah), adalah dua contoh diantara zikir yang diajarkan Rasul. Kalimat pertama menyangkal segala jenis sifat makhluk kepada Allah; dan kalimat yang kedua mendudukkan segala keagungan kepada-Nya dan sekaligus kepada segala atribut-Nya. Untuk menafikan segala sifat ketidaksempurnaan kepada Allah itulah yang disebut sebagai tasbih (mensucikan-Nya), dan untuk mendudukkan segala kualitas terpuji kepada-Nya adalah tahmid atau hamdalah.
Tasbih yang dimaksud adalah pernyataan bahwa setiap makhluk itu serba terbatas dan serba berkekurangan; sehingga dengan demikian, kita langsung terhubungkan dengan Sang Maha Sempurna, yang menciptakan segala sesuatu.
Dan dengan tahmid kita sebagai makhluk yang serba lemah, menyadari Sifat Pemurah Sang Pencipta dan mengakui-Nya sebagai sumber segala kebaikan.
(Dikutip dari buku, M. Iqbal Irham, GOLDEN HAPPINESS: RAIH BAHAGIA SEJATI, Pustaka Al-Ihsan, Ciputat, Maret 2010)
0 komentar:
Posting Komentar