Artinya, aja rumangsa bisa (jangan merasa bisa), nanging bisa rumangsa (tetapi bisa merasa). Merasa bisa adalah sifat tidak terpuji karena dinilai sebagai wujud kesombongan dan kebohongan. Sebab, hasil kerja orang seperti ini biasanya tidak sebaik dengan yang dijanjikannya. Sementara, dapat merasa atau menggunakan perasaan adalah sifat baik karena merupakan landasan sikap tenggang rasa antar sesama.
Dalam peribahasa ini, merasa bisa dianggap sebagai sikap yang gegabah, dikarenakan merasa bisa sama saja dengan belum tentu bisa. Lebih berbaya lagi jika dari merasa bisa kemudian mengaku bisa, dan berani mengatakan bisa. Sifat seperti ini dianggap buruk. Seandainya yang bersangkutan dipercaya melaksanakan pekerjaan yang dirasanya bisa, dan ternyata gagal, apakah tidak memalukan dan merugikan semua pihak?
Bisa rumangsa berarti tahu diri, yaitu berani merasa tidak bisa dan mengakui tidak bisa. Pada sisi lain, bisa rumangsa juga berarti memiliki kesadaran yang cukup dalam mengukur diri sesuai kemampuan yang dimiliki. Dengan mengamalkan sifat seperti itu, individu yang bersangkutan akan memperoleh ketenteraman dan ketenangan hidup di lingkungannya. Ia akan dinilai sebagai orang yang jujur, tidak sombong, dan mampu menempatkan diri dengan baik di dalam masyarakat.
Dimana letak perbedaannya? Merasa bisa ini suatu ungkapan yang mendeskripsikan kepribadian seseorang yang selalu merasa mampu melakukan sesuatu, padahal sesungguhnya ia tidak mampu. Dalam kehidupan sehari-hari fenomena ini sering dijumpai. Seseorang mencalonkan diri menjadi pemimpin karena ia merasa mampu menjadi pemimpin. Padahal mereka itu belum tahu hakekat pemimpin itu. Bagaimana mungkin mereka akan menjadi seorang pemimpin yang baik sedangka mereka belum memahami hakikat pemimpin. Contoh lain misalnya seseorang menerima tugas dari suatu perusahaan, dan ia kemudian menerima tugas itu karena merasa mampu. Merasa mampu justru karena ia tidak tahu hakikat tugas itu, karena mungkin saja menganggap gampang atau merasa mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai padahal sesungguhnya tidak demikian.
Apa akibat dari sikap seperti ini? Jika sikap dan perilaku seperti ini dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, maka yang akan segera tampak adalah hasil yang kurang optimal. Jika itu suatu kegiatan maka kegiatan itu tidak mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Nah, di negeri ini yang diduga masih berorientasikan proyek, praktek-praktek semacam ini masih banyak dijumpai meskipun sulit untuk dibuktikan. Misalnya pula penempatan seseorang tidak didasarkan kepada kemampuan tetapi didasarkan kepada kepercayaan dalam tanda tanya. Nah, jika sikap dan perilaku ini kemudian sudah menjadi kebiasaan maka akan segera tampak ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di masyarakat. Banyak orang yang melakukan tugasnya tidak sesuai dengan keahlian dan kemampuannya. Banyak orang yang menerima kegiatan tidak sesuai dengan kemampuannya. Mereka merasa bisa melakukannya sendiri meskipun bukan bidang keahliannya. Praktek penempatan seseorang tidak pada tempat yang tepat juga sering terjadi. Dan mereka menerima itu karena merasa bisa, padahal belum tentu.
Kita tidak dilarang untuk menawarkan diri dalam suatu kegiatan asalkan kita memang mampu. Mampu dalam arti yang sebenarnya. Dalam Al Qur’an dikisahkan bahwa Nabi Yusup juga menawarkan diri untuk menjadi bendahara kerajaan Mesir, karena Nabi Yusup yakin bahwa ia mampu melaksanakan tugas tersebut. Karena ia tahu bahwa tidak ada orang lain yang lebih mampu daripada dirinya sendiri. Nabi Yusup kemudian terbukti mampu melaksanakan tugas dengan baik. Jadi, untuk itu kenalilah diri kita sendiri mengenai kemampuan kita, kelebihan kita, kelemahan kita, kekurangan kita dll. agar kita mampu menilai secara tepat kemampuan kita. Nah, setelah tahu dan yakin akan kemampuan kita barulah kita bisa membuat keputusan apakah kita akan menerima tugas tersebut atau tidak.
Lain halnya dengan bisa merasa (bisa rumangsa). Ini adalah kebalikan dari merasa bisa. Bisa merasa ini merupakan suatu kepribadian seseorang yang peka baik terhadap masalah di lingkungan mikro maupun lingkungan makro. Kerpibadian semacam ini akan menghasilkan perilaku positif seperti empati dan simpati terhadap penderitaan dan masalah orang lain. Hal ini akan mendorong seseorang untuk peduli apa yang menjadi masalah umat atau masyarakat di sekitarnya. Individu yang mempunyai kepribadian seperti ini akan bersedia mengorbankan kepentingannya sendiri bagi pemecahan suatu masalah di masyarakat. Individu seperti ini akan lebih mementingkan kepentingan umat (masyarakat) daripada kepentingan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya. Individu yang seperti ini akan berhati-hati dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambilnya. Ia akan berusaha memperhatikan apa yang menjadi kepentingan orang lain sebelum memutuskannya.
Dimana letak perbedaannya? Merasa bisa ini suatu ungkapan yang mendeskripsikan kepribadian seseorang yang selalu merasa mampu melakukan sesuatu, padahal sesungguhnya ia tidak mampu. Dalam kehidupan sehari-hari fenomena ini sering dijumpai. Seseorang mencalonkan diri menjadi pemimpin karena ia merasa mampu menjadi pemimpin. Padahal mereka itu belum tahu hakekat pemimpin itu. Bagaimana mungkin mereka akan menjadi seorang pemimpin yang baik sedangka mereka belum memahami hakikat pemimpin. Contoh lain misalnya seseorang menerima tugas dari suatu perusahaan, dan ia kemudian menerima tugas itu karena merasa mampu. Merasa mampu justru karena ia tidak tahu hakikat tugas itu, karena mungkin saja menganggap gampang atau merasa mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai padahal sesungguhnya tidak demikian.
Apa akibat dari sikap seperti ini? Jika sikap dan perilaku seperti ini dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, maka yang akan segera tampak adalah hasil yang kurang optimal. Jika itu suatu kegiatan maka kegiatan itu tidak mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Nah, di negeri ini yang diduga masih berorientasikan proyek, praktek-praktek semacam ini masih banyak dijumpai meskipun sulit untuk dibuktikan. Misalnya pula penempatan seseorang tidak didasarkan kepada kemampuan tetapi didasarkan kepada kepercayaan dalam tanda tanya. Nah, jika sikap dan perilaku ini kemudian sudah menjadi kebiasaan maka akan segera tampak ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di masyarakat. Banyak orang yang melakukan tugasnya tidak sesuai dengan keahlian dan kemampuannya. Banyak orang yang menerima kegiatan tidak sesuai dengan kemampuannya. Mereka merasa bisa melakukannya sendiri meskipun bukan bidang keahliannya. Praktek penempatan seseorang tidak pada tempat yang tepat juga sering terjadi. Dan mereka menerima itu karena merasa bisa, padahal belum tentu.
Kita tidak dilarang untuk menawarkan diri dalam suatu kegiatan asalkan kita memang mampu. Mampu dalam arti yang sebenarnya. Dalam Al Qur’an dikisahkan bahwa Nabi Yusup juga menawarkan diri untuk menjadi bendahara kerajaan Mesir, karena Nabi Yusup yakin bahwa ia mampu melaksanakan tugas tersebut. Karena ia tahu bahwa tidak ada orang lain yang lebih mampu daripada dirinya sendiri. Nabi Yusup kemudian terbukti mampu melaksanakan tugas dengan baik. Jadi, untuk itu kenalilah diri kita sendiri mengenai kemampuan kita, kelebihan kita, kelemahan kita, kekurangan kita dll. agar kita mampu menilai secara tepat kemampuan kita. Nah, setelah tahu dan yakin akan kemampuan kita barulah kita bisa membuat keputusan apakah kita akan menerima tugas tersebut atau tidak.
Lain halnya dengan bisa merasa (bisa rumangsa). Ini adalah kebalikan dari merasa bisa. Bisa merasa ini merupakan suatu kepribadian seseorang yang peka baik terhadap masalah di lingkungan mikro maupun lingkungan makro. Kerpibadian semacam ini akan menghasilkan perilaku positif seperti empati dan simpati terhadap penderitaan dan masalah orang lain. Hal ini akan mendorong seseorang untuk peduli apa yang menjadi masalah umat atau masyarakat di sekitarnya. Individu yang mempunyai kepribadian seperti ini akan bersedia mengorbankan kepentingannya sendiri bagi pemecahan suatu masalah di masyarakat. Individu seperti ini akan lebih mementingkan kepentingan umat (masyarakat) daripada kepentingan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya. Individu yang seperti ini akan berhati-hati dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambilnya. Ia akan berusaha memperhatikan apa yang menjadi kepentingan orang lain sebelum memutuskannya.
0 komentar:
Posting Komentar